Pertemuan ke-10
Topik: Memotivasi Dan Memimpin Karyawan
Tujuan: Mahasiswa mengetahui pentingnya
kepuasan dan semangat kerja, teori motivasi karyawan, strategi meningkatkan
kepuasan dan semangat kerja, dan gaya kepemimpinan manajerial.
Pokok Bahasan
1.
Pentingnya Kepuasan dan Semangat Kerja
2.
Motivasi di Lingkungan Kerja
3.
Strategi untuk Meningkatkan Kepuasan dan Semangat Kerja
4.
Gaya Manajerial dan Kepemimpinan
Tugas: Studi Kasus “Mengembalikan
P&G Ke Jalan Yang Benar”
Buku
Rujukan: Introduction
to Business, Griffin, W.R / Bab.9
Deskripsi:
1. Pentingnya
Kepuasan dan Semangat Kerja
Secara
umum, kepuasan kerja (job satisfaction)
adalah tingkatan kenikmatan yang diterima orang dari melakukan pekerjaan
mereka. Apabila orang menikmati pekerjaan mereka, mereka cukup puas, bila
mereka tidak menikmati pekerjaan mereka, mereka kurang puas. Dengan
demikian karyawan yang puas cenderung mempunyai semangat kerja (morale): keseluruhan sikap karyawan
terhadap lingkungan kerja mereka-yang tinggi. Semangat kerja mencerminkan
sejauh mana mereka merasa bahwa kebutuhan mereka terpenuhi oleh pekerjaan
mereka. Semangat kerja ditentukan oleh berbagai macam faktor, yang meliputi
kepuasan kerja dan kepuasan atas berbagai faktor seperti upah, tunjangan,
rekan-rekan kerja, dan kesempatan mendapatkan promosi.
Perusahaan
dapat meningkatkan semangat dan kepuasan kerja karyawan dengan berbagai cara.
Contohnya, beberapa perusahaan besar telah melaksanakan program-program yang
lingkupnya mencakup seluruh perusahaan dan didesain untuk memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan karyawan.
Para
manajer di Hyatt Hotel melaporkan bahwa dengan sering melakukan survey terhadap
sikap karyawan, mengumpulkan masukan karyawan, dan yang lebih penting bertindak
berdasarkan masukan-masukan tersebut, perusahaan akan mendapatkan keunggulan
dalam merekrut dan mempertahankan para pekerjanya yang produktif.
Apabila
para pekerja puas dan memiliki semangat kerja tinggi, organisasi mendapat
berbagai macam manfaat. Contohnya, bila dibandingkan dengan para pekerja yang
tidak puas, karyawan yang puas akan lebih berkomitmen dan setia.
Karyawan-karyawan seperti itu kemungkinan besar akan bekerja lebih keras dan
memberikan sumbangan yang berharga bagi organisasi. Disamping itu, mereka
cenderung tidak terlalu banyak mengeluh dan lebih sedikit yang berperilaku
negatif (mengeluh, secara sengaja memperlambat kerja mereka, dan sebagainya)
dibandingkan dengan rekan-rekannya yang kurang puas. Akhirnya, para pekerja yang
puas cenderung tidak saja datang untuk bekerja tiap hari tetapi tetap bertahan
di dalam organisasinya. Dengan meningkatkan kepuasan dan semangat kerja mereka,
berarti manajemen berusaha menjamin pelaksanaan operasi yang lebih efisien.
Sebaliknya,
biaya atas ketidakpuasan dan rendahnya semangat kerja sangatlah tinggi. Para pekerja
yang tidak puas mungkin lebih sering absen dengan alasan gangguan kesehatan
yang tidak berarti, alasan-alasan pribadi, atau rasa keengganan untuk pergi
bekerja. Semangat kerja yang rendah juga dapat mengakibatkan tingginya tingkat perputaran karyawan (turnover): Persentase angkatan kerja
organisasi yang keluar yang harus diganti. Tingkat perputaran karyawan yang
tinggi mempunyai konsekuensi negatif, yang meliputi gangguan jadwal produksi,
biaya pelatihan yang tinggi, dan produktivitas berkurang. Dilain pihak tingkat
perputaran karyawan yang sedang bisa bermanfaat: Organisasi dapat menghilangkan
pekerjaaan dari karyawan yang berkinerja rendah dan/atau membawa gagasan baru
dan bakat yang segar.
2. Motivasi
Di Lingkungan Kerja
Walaupun
kepuasan kerja dan semangat kerja merupakan hal yang penting, motivasi karyawan
merupakan faktor yang bahkan lebih penting bagi keberhasilan perusahaan. Motivasi merupakan salah satu bagian dari
fungsi manajerial pengarahan (directing). Secara umum, motivasi didefenisikan sebagai serangkaian kekuatan yang menyebabkan
orang berperilaku dalam cara tertentu. Seorang pekerja mungkin termotivasi
untuk bekerja keras dan berproduksi sebanyak mungkin, sementara yang lainnya
mungkin termotivasi untuk berproduksi secukupnya saja.
Selama
bertahun-tahun, banyak bermunculan teori dan penelitian yang berusaha membahas
masalah-masalah itu. Dalam bagian ini, kita akan menelusuri penelitian dan
teori utama mengenai motivasi karyawan. Kita kan berfokus pada tiga pendekatan
hubungan antar manusia di lingkungan kerja yang mencerminkan kronologi
pemikiran dasar dalam bidang itu: (1)
teori klasik dan manajemen ilmiah, (2) teori perilaku, dan (3) teori motivasi
kontemporer.
1. Teori
Klasik
Menurut teori motivasi klasik,
para pekerja termotivasi semata-mata oleh uang. Dalam buku yang menjadi rujukan
banyak pakar lain, The Principles of
Scientific Management, seorang insinyur industri Frederick Taylor
mengusulkan cara perusahaan dan para pekerja memanfaatkan cara pandang
kehidupan di lingkungan kerja. Usulannya telah diterima oleh masyarakat luas.
Apabila para pekerja termotivasi oleh uang, menurut Taylor, membayar mereka
lebih banyak akan mendorong mereka berproduksi lebih banyak pula. Sementara
itu, perusahaan yang menganalisis pekerjaan dan menemukan cara yang lebih baik
untuk mengerjakannya dapat memproduksi barang-barang dengan lebih murah,
memperoleh laba yang lebih banyak, dan karenanya perusahaan membayar serta
memotivasi para pekerja lebih baik daripada pesaingnya.
Pendekatan
Taylor dikenal sebagai manajemen ilmiah (scientific
management). Ide-idenya menangkap khayalan banyak manajer di awal abab
kedua puluh. Dengan segera, pabrik-pabrik di seluruh pelosok Amerika Serikat
mempekerjakan ahli-ahli untuk melakukan penelitian waktu dan gerakan (time and motion studies): Teknik-teknik
rekayasa industri yang diaplikasikan pada tiap-tiap aspek atau bagian pekerjaan
agar dapat menentukan cara melakukan pekerjaan tersebut secara lebih efisien.
Penelitian-penelitian itu merupakan usaha-usaha ilmiah pertama yang berusaha
merinci pekerjaan menjadi komponen-komponen yang mudah diulang serta mencari
alat dan mesin yang efisien untuk melakukannya.
2. Teori
Perilaku: Penelitian Hawthorne
Pada
tahun 1925, sekelompok peneliti dari Harvard memulai penelitian di Hawthorne Works
of Western Electric di luar kota Chicago. Dengan tujuan meningkatkan
produktivitas, mereka ingin mengamati hubungan antara perubahan lingkungan
fisik dan output para pekerja.
Hasil
eksperimen tersebut tidak terduga, bahkan membingungkan. Contohnya, meningkatnya
penerangan juga memperbaiki produktivitas. Lebih jauh lagi, berlawanan dengan
semua perkiraan, kenaikan upah gagal meningkatkan produktivitas.
Perlahan-lahan, para peneliti berhasil memecahkan teka teki tersebut. Penjelasannya terletak
pada reaksi para pekerja terhadap perhatian yang mereka terima. Para peneliti menyimpulkan bahwa
produktivitas akan meningkat sebagai tanggapan atas semua tindakan manajemen
yang dinilai oleh para pekerja sebagai perhatian khusus. Penemuan itu yang
sekarang dikenal luas sebagai efek
Hawthorne (Hawthorne effect)---mempunyai
pengaruh besar pada teori hubungan manusia, walaupun dalam banyak kasus, teori
itu hanya bertujuan menyakinkan para manajer bahwa mereka harus lebih banyak
memperhatikan para karyawannya.
3. Teori
Motivasi Kontemporer
Berdasarkan
penelitian Hawthorne, para manajer dan peneliti lebih berfokus pada pentingnya
hubungan manusia dalam memotivasi kinerja karyawan. Dengan berfokus pada
faktor-faktor yang dapat menyebabkan, emusnahkan, dan mempertahankan perilaku
pekerja, hampir semua pembuat teori motivasi membahas cara manajemen menganggap
dan memperlakukan para karyawannya. Teori motivasi utama mencakup model sumber daya manusia, hierarki
kebutuhan, teori dua faktor, teori pengharapan (ekspektansi), dan teori
keadilan.
§
Model Sumber Daya Manusia: Teori
X dan Y
Dalam
suatu penelitian yang penting, ilmuwan prilaku Douglas McGregor menyimpulkan
bahwa para manajer mempunyai kepercayaan yang sangat berbeda mengenai cara
terbaik menggunakan sumber daya manusia suatu perusahaan. Ia mengklasifikasikan
keyakinan itu ke dalam serangkaian asumsi yang ia beri label “Teori X” dan
“Teori Y”.
Para
manajer yang menganut Teori X cenderung menyakini kebenaran asumsi bahwa orang
bersifat malas dan tidak mau bekerja sama dan oleh karenanya harus dihukum atau
diberi imbalan (rewards) agar mereka menjadi produktif. Para manajer yang
menganut teori Y, sebaliknya cenderung percaya bahwa orang-orang pada dasarnya
energik, berorientasi ke perkembangan, memotivasi diri sendiri, dan tertarik
untuk menjadi produktif.
§
Model Hierarki Kebutuhan Maslow
Model
hierarki kebutuhan (hierarchy of needs
model) dari seorang psikolog, Abraham Maslow, menyatakan bahwa orang
mempunyai sejumlah kebutuhan yang berbeda-beda yang mereka coba penuhi dari pekerjaan
mereka. Ia mengklasifikasikan kebutuhan-kebutuhan itu menjadi lima tipe dasar
dan menyarankan agar kebutuhan itu disusun menurut hierarki prioritas seperti
yang terlihat di Gambar 9.1.

Menurut
Maslow, Kebutuhan merupakan hal yang bertingkat-tingkat karena kebutuhan yang
tingkatannya rendah harus sudah dipenuhi sebelum sebelum seseorang mencoba
memuaskan kebutuhan yang tingkatannya lebih tinggi.
Setelah
serangkaian kebutuhan dipenuhi, kebutuhan itu berhenti memotivasi perilaku.
Itulah arti dari kebutuhan yang bersifat hierarkis dari tingkatan yang rendah
ke yang lebih tinggi dalam mempengaruhi motivasi dan kebutuhan karyawan.
Contohnya, jika Anda merasa aman dalam pekerjaan Anda, rencana pensiun yang
baru mungkin tidak terlalu penting bagi Anda jika dibandingkan dengan
kesempatan mencari kawan-kawan baru dan memasuki jaringan informal di antara
rekan kerja Anda.
Akan
tetapi, jika kebutuhan tingkatan rendah mendadak tidak terpenuhi, hampir semua
orang segera berfokus kembali ke tingkatan rendah tersebut. Contohnya, misalkan
saja Anda mencari cara untuk memenuhi kebutuhan harga diri Anda dengan bekerja
sebagai manajer divisi di suatu perusahaan besar. Jika Anda mengetahui bahwa
divisi Anda dan, akibatnya pekerjaan Anda mungkin akan dihapuskan, Anda mungkin
melihat kepastiaan keamaan kerja di perusahaan yang baru dapat memotivasi Anda
sekuat promosi yang terjadi sebelumnya di perusahaan lama Anda.
§
Teori Dua Faktor
Setelah
mengamati sekelompok akuntan dan insinyur, psikolog bernama Frederick Herzberg
menyimpulkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja bergantung pada dua faktor:
faktor-faktor higienis, seperti
kondisi kerja, dan faktor-faktor motivasi,
seperti pengakuan atas pekerjaan yang telah diselesaikan dengan baik.
Menurut
teori dua faktor (two-factors theory),
faktor-faktor higienis mempengaruhi motivasi dan kepuasan hanya jika faktor itu
tidak dapat atau gagal memenuhi harapan-harapan. Contohnya, para pekerja akan
menjadi tidak puas bila mereka percaya bahwa mereka berada dalam kondisi tempat
kerja yang menyedihkan. Akan tetapi, bila kondisi tempat kerjanya membaik,
mereka tidak harus menajdi puas, mereka hanya tidak merasa tidak puas.
Sebaliknya, apabila para pekerja tidak menerima pengakuan atas pekerjaan yang
sukses, mereka mengalami ketidakpuasan sekaligus tidak mengalami kepuasan. Bila
mereka diberi pengakuan, mereka kemungkinan besar menjadi lebih puas.

Gambar
9.2 menggambarkan teori dua faktor. Perhatikan bahwa faktor-faktor motivasi
terletak di antara dua kondisi yaitu kepuasan (satisfaction) dan tidak ada kepuasan (no satisfaction). Sebaliknya, faktor-faktor higienis lebih mungkin
menimbulkan perasaan yang terletak pada rentang ketidakpuasaan (dissatisfaction) dan tidak ada
ketidakpuasan (no satisfaction). Faktor motivasi berhubungan langsung dengan
pekerjaan yang dilakukan oleh para karyawan, sedangkan faktor higienis mengacu
pada lingkungan tempat mereka melakukannya.
§
Teori Ekspektansi
Teori Ekspektansi (expectancy
theory) menyatakan bahwa orang-orang termotivasi bekerja karena ingin
mendapatkan imbalan yang mereka inginkan dan bahwa mereka percaya mereka
mempunyai peluang atau harapan (ekspektansi) yang masuk akal untuk meraihnya. Imbalan yang sepertinya berada
di luar jangkauan mungkin tidak diinginkan bahkan jika imbalan itu pada
hakikatnya positif.
Teori
ekpektansi juga membantu menjelaskan mengapa beberapa orang tidak bekerja
sekeras mungkin ketika gaji mereka semata-mata didasarkan pada senioritas.
Karena mereka memperoleh bayaran yang sama, tanpa melihat apakah mereka bekerja
keras atau hanya sedang-sedang saja, tidak ada insentif keuangan bagi mereka
untuk bekerja lebih keras. Dengan kata lain, mereka bertanya kepada diri mereka
sendiri, “Apabila saya bekerja lebih keras, apakah saya akan diberi kenaikan
upah?” dan menyimpulkan bahwa jawabannya tidak. Serupa halnya, apabila kerja
keras akan mengakibatkan satu atau lebih hasil yang tidak
diinginkan---katakanlah, transfer ke lokasi lain atau kenaikan jabatan ke
pekerjaan yang memerlukan banyak bepergian---para karyawan tidak termotivasi
untuk bekerja lebih keras.
§
Teori Keadilan
Teori Keadilan (equity theory)
menyatakan bahwa orang-orang mengevaluasi perlakuan organisasi terhadap mereka
dibandingkan dengan perlakuan organisasi terhadap orang-orang lain. Pendekatan itu beranggapan bahwa
orang akan memulai dengan menganalisis masukan atau input (apa yang mereka
sumbangkan ke pekerjaan mereka berupa waktu, usaha, pendidikan, pengalaman, dan
sebagainya) dibandingkan dengan keluaran atau ouput (apa yang mereka
dapatkan---gaji, fasilitas, pengakuan, keamanan). Hasilnya adalah nisbah
(rasio) sumbangan (contribution)
terhadap perolehan (return). Kemudian
mereka membandingkan nisbah mereka sendiri dengan nisbah karyawan-karyawan
lainnya; mereka menanyakan apakah nisbahnya sama
dengan, lebih besar, atau kurang dari
orang-orang yang mereka bandingkan dengan dirinya sendiri. Bergantung pada
hasil penilaian tersebut, mereka akan merasa diperlakukan secara adil atau
tidak adil (inequity). Ketika orang-orang
merasa bahwa mereka tidak diperlakukan secara adil, mereka mungkin akan
melakukan berbagai hal untuk memwujudkan kembali keadilan. Contohnya, mereka
mungkin akan meminta kenaikan gaji, mengurangi usaha mereka, bekerja dengan
waktu yang lebih pendek, atau hanya mengeluh kepada bos mereka. Mereka mungin
mencari-cari alasan, mencari orang-orang lain yang bisa dijadikan perbandingan,
atau meninggalkan pekerjaan mereka.
3. Strategi
Untuk Meningkatkan Kepuasan dan Semangat Kerja
Memutuskan
hal apa yang memberikan kepuasan kerja dan memotivasi para pekerja hanyalah
salah satu bagian dari manajemen sdm. Bagian lainnya adalah menerapkan
pengetahuan tersebut. Para ahli menyarankan---dan banyak perusahaan telah
mengimplementasikannya---berbagai jenis program yang dirancang untuk
membuat pekerjaan menjadi lebih menarik
dan lebih banyak memberikan imbalan, untuk membuat lingkungan kerja menjadi
lebih menyenangkan dan memotivasi karyawan untuk bekerja lebih keras.
§
Teori Reinforcement/ Modifikasi Perilaku
Banyak
perusahaan mencoba mengontrol atau bahkan memodifikasi perilaku para pekerja
melalui imbalan dan hukuman yang sistematis atas perilaku tertentu. Dengan kata
lain, mereka mencoba menetapkan dulu perilaku tertentu yang harus diperlihatkan
oleh karyawan (bekerja keras, ramah kepada pelanggan, menekankan kualitas) dan
perilaku tertentu yang ingin mereka hapuskan (membuang-buang waktu, kasar
kepada pelanggan, mengabaikan kualitas). Kemudian mereka mencoba membentuk
perilaku karyawan dengan menghubungkan pemberian reinforcement (penguatan) dengan perilaku yang diinginkan, dan
hukuman dengan perilaku yang tidak diinginkan.
Reinforcement digunakan ketika perusahaan
membayar imbalan per hasil (piecework
rewards) yaitu ketika para pekerja dibayar perhasil atau per produk yang
terselesaikan. Dalam strategi
reinforcement, imbalan mengacu ke semua hal positif yang didapatkan oleh
orang-orang dari bekerja (gaji, pujian, promosi, kepastian kerja, dan
lain-lain). Ketika pemberian imblan dikaitkan langsung dengan kinerja, pemberian
itu berlaku sebagai positive
reinforcement (penguatan positif). Sebagai contoh, memberikan bonus berupa
uang tunai yang besar kepada para penjual, yang berhasil melebihi target
mendorong mereka bekerja lebih keras lagi pada masa penjualan berikutnya.
Hukuman
(punishment) dirancang untuk mengubah
perilaku dengan cara memberikan akibat yang tidak menyenangkan jika orang-orang
gagal mengubah perilakunya menjadi perilaku yang dinginkan. Sebagai contoh,
karyawan yang sering kali datang terlambat mungkin akan diskors atau
ditangguhkan pembayaran gajinya.
Imbalan
yang diberikan secara besar-besaran dikatakan berhasil apabila orang-orang
mempelajari perilaku yang baru, atau pekerjaan yang baru. Sejalan dengan
bertambah terampilnya pekerja, imbalan dapat lebih jarang digunakan. Karena
tindakan-tindakan seperti itu memberikan sumbangan pada hubungan karyawan
majikan secara positif, para manajer umumnya lebih menyukai pemberian imbalan
dan pemberian nilai positif atas kinerja. Sebaliknya, hampir semua manejer
tidak menyukai pemberian hukuman, karena hal itu bisa mengakibatkan para
pekerja bereaksi dengan kemarahan, ketidaksukaan, permusuhan, atau bahkan
pembalasan. Untuk mengurangi resiko itu, banyak manajer memasangkan hukuman
dengan imbalan untuk mendapatkan perilaku yang baik dari sifatnya.
§
Manajemen Berdasarkan Tujuan
Manajemen
berdasarkan tujuan (management by
objectives/ MBO) merupakan sistem penetapan sasaran secara bersama-sama
dari atas sampai bawah suatu organisasi. Sebagai teknik untuk mengelola proses
perencanaan, manajemen berdasarkan tujuan secara garis besar mengkhususkan diri
dalam membantu para manajer mengimplementasikan dan melaksanakan rencana
mereka. Akan tetapi seperti yang Anda lihat dalam Gambar 9.5, manajemen berdasarkan tujuan memerlukan
serangkaian prosedur yang melibatkan para manajer dan bawahannya dalam
menetapkan sasaran dan mengevaluasinya kemajuannnya. Setelah program
tersebut dipersiapkan, langkah pertamanya adalah menetapkan sasaran organisasi
secara keseluruhan. Sasaran itu pulalah yang pada akhirnya akan dievaluasi
untuk menentukan keberhasilan program tersebut. Akan tetapi, pada saat yang
bersamaan, kegiatan kolaboratif: berkomunikasi, bertemu, mengontrol dan
sebagainya, merupakan kunci dari manajemen berdasarkan tujuan. Oleh karenanya,
kegiatan kolaboratif juga dapat berguna sebagai program untuk meningkatkan
kepuasan kerja dan motivasi.

§
Manajemen Partisipatif dan
Pemberdayaan
Dalam manajemen partisipatif dan
pemberdayaan, karyawan diberikan pilihan mengenai cara mereka melakukan
pekerjaan mereka dan cara perusahaan dikelola, mereka diberdayakan untuk
mengambil tanggung jawab yang lebih besar atas kinerja mereka sendiri. Tidak mengherankan, bahwa
partisipasi dan pemberdayaan membuat para karyawan merasa lebih berkomitmen
terhadap sasaran organisasi, karena mereka sendirilah yang membantu
membentuknya.
4. Gaya
Manajerial dan Kepemimpinan
Dalam
usaha memperbaiki semangat, kepuasan, dan motivasi kerja, para manajer dapat
menggunakan berbagai gaya kepemimpinan. Kepemimpinan (leadership) adalah proses memotivasi orang lain agar bekerja
mencapai tujuan-tujuan tertentu. Memimpin adalah salah satu aspek kunci
pekerjaan manajer dan salah satu komponen penting fungsi pengarahan. Teori-teori
awal mengenai kepemimpinan mencoba mengidentifikasikan sifat dasar yang terkait
dengan pemimpin-pemimpin yang kuat. Contohnya adalah penampilan fisik,
kepandaian, dan keahlian berbicara di publik pernah dianggap sebagai “modal
dasar pemimpin”. Memang, pernah dipercaya bahwa orang-orang yang tinggi adalah
pemimpin yang lebih baik daripada
orang-orang yang pendek. Akan tetapi, pendekatan sifat dasar itu terbukti
merupakan alat prediksi yang buruk atas potensi kepemimpinan. Akhirnya,
perhatian pun berpindah dari sifat dasar manajer ke perilaku mereka, atau gaya manajerial: pola perilaku yang
diperlihatkan manajer dalam menghadapi bawahan-bawahannya. Gaya-gaya manajerial
tersebut beraneka ragam, mulai dari otokratis, ke demokratis, lalu ke wewenang
penuh. Tentu saja hampir semua manajer tidak berpegang hanya pada satu gaya.
Tiga tipe gaya utama ini melibatkan beragam tanggapan terhadap masalah-masalah
hubungan manusia. Pada kondisi yang berbeda, satu macam atau kombinasinya dapat
terbukti memadai.
§
Para
manajer yang menerapkan gaya otokratis (autocratic style) umumnya memberikan
perintah dan mengharapkan mereka dipatuhi tanpa ragu-ragu. Tentu saja, komandan
militer lebih menyukai dan umumnya membutuhkan) gaya otokratis di medan
pertempuran. Karena tidak ada orang lain yang diajak konsultasi, gaya otokrasi
memungkinkan pembuatan keputusan yang cepat. Jadi gaya tersebut akan berguna
dalam kondisi pengujian keefektifan suatu perusahaan terhadap pesaing yang
berdasarkan pada waktu (time based
competitor).
§
Para
manajer yang menerapkan gaya demokratis (democratic style) umumnya meminta
masukan dari bawahan-bawahannya sebelum membuat keputusan, tetapi mereka tetap
memegang kekuatan akhir dalam pembuatan keputusan. Contohnya, seorang manajer
mungkin meminta anggota kelompok lainnya untuk mewawancarai dan menawarkan
pendapat mengenai sekelompok pelamar. Akan tetapi, manajer itu sendiri yang
pada akhirnya akan membuat keputusan terakhir.
§
Para
manajer yang menerapkan gaya wewenang
penuh (free-rein style) umumnya
berperan sebagai penasihat bagi bawahan yang diperbolehkan membuat keputusan.
Menurut
banyak pengamat, gaya kepemimpinan wewenang penuh menghasilkan pendekatan yang
menekankan masukan karyawan keseluruhan ke dalam pembuatan keputusan dan
membantu perkembangan lingkungan kerja di mana karyawan semakin banyak
menentukan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya.
Tanpa mengabaikan teori-teori mengenai bagaimana
pemimpin seharusnya memimpin, keefektifan semua gaya kepemimpinan sangat
bergantung pada keinginan para bawahan dalam berbagi masukan dan melatih
kreativitas. Sebagai contoh, beberapa orang frustasi, sedangkan beberapa
lainnya menyukai manajer yang otokratis karena mereka tidak menginginkan
dukungan suara dalam pembuatan keputusan. Sementara itu, pendekatan demokratis
bisa menjadi tidak menyenangkan bagi orang-orang yang ingin memikul tanggung
jawab pembuat keputusan maupun bagi yang tidak. Gaya wewenang penuh sangat
bergantung pada kreativitas karyawan, dan pada solusi kreatif atas
masalah-masalah yang ada. Gaya itu juga menarik bagi karyawan yang ingin
merencanakan pekerjaan mereka sendiri. Masalahnya, tidak semua bawahan
mempunyai latar belakang atau keahlian yang diperlukan untuk membuat keputusan
yang kreatif. Sementara, lainnya tidak cukup termotivasi untuk bekerja tanpa
pengawasan.
Rabu, 14 November 2012
|
1 komentar
|
1 komentar:
Mantep banget nih Artikel, Sangat Berguna.
http://blog.binadarma.ac.id/merryagustina/
Posting Komentar