SISTEM HARGA
Dalam
kehidupan ekonorni modern harga-harga memainkan peranan yang amat penting,
justru karena produsen dan konsumen (termasuk dunia perbankan, pedagang
ckspor-impor dan pemerintah sendiri) bertindak atas dasar pertimbangan dan
perbandingan harga.
a. NILAI DAN HARGA
Para
ahli filsafat telah memikirkan persoalan harga dan nilai. Karena pada waktu itu
uang helum begitu berperanan, yang diutamakan adalah pengertian Nilai barang.
ARISTOTELES
(384-322 seb.M.) pada tahun 300 sebelum Masehi telah membahas masalah ini,
Menurut Aristoteles suatu barang mempunyai nilai karena berguna untuk yang
memilikinya (= Nilai pakai), atau karena barang tsb. dapat dipertukarkan dengan
barang lain (= Nilai tukar). Jenis-jenis nilai mi masih dapat dibedakan
obyektif dan subyektif.
Nilai
pakal (Value in use atau Utility) adalah kemampuan suatu barang untuk dapat
memenuhi suatu kebutuhan manusia.
1. Nilai pakai obyektif = kemampuan
atau sifat barang untuk dapat memenuhi suatu kebutuhan manusia, jadi kegunaan
atau faedah barang.
2. Nilai pakai subyektif = penilaian
yang diberikan seseorang terhadap suatu barang karena kemampuan barang tsb.
dalam memenuhi kebutuhannya. Pcnilaian subyektif mi dapat sangat berbeda-beda
menurut situasi dan kondisi, seperti mendesaknya kebutuhan seseorang dan jumlah
barang yang tersedia.
Nilai
tukar (Value in exchange) adalah kemampuan suatu barang untuk dilukarkan dengan
barang lain di pasar.
a. Nilai tukar obyektif = kemampuan
suatu barang untuk dipertukarkan dengan barang lain.
b. Nilai tukar subyektif = penilaian
yang diberikan seseorang bila barang tsb. akan ditukarnya dengan barang lain.
Harga
suatu barang adalah nilai (tukar) barang tsb. dinyatakan atau diukur dengan
uang. Jadi antara nilai dan harga tidak sama: Nilai (tukar) suatu barang diukur
dengan membandingkannya dengan barang lain. Sedang harga diukur dengan uang.
Nilai suatu barang adalah dasar untuk penentuan harga barang tsb.
Pada
abad pertengahan masalah harga terutama disoroti dan segi moral baik-buruk,
halal dan haram. Yang dipersoalkan adalah apakah harga suatu barang itu “adil”
(wajar/pantas = just price). Karena harga yang diminta oleh produsen penjual
barang tertentu ikut mempengaruhi kesejahteraan pembeli atau masyarakat, perlu
dijaga jangan sampai orang mencari keuntungan dengan memeras sesamanya yang
miskin. Hal ini khususnya berlaku untuk pinjam-meminjam uang dengan bunga yang
tinggi.
Sementara
itu kaum klasik mempersoalkan faktor apa yang penentuan tinggi rendahnya harga
suatu barang Meskipun jelas bagi mereka bahwa suatu barang tidak akan
diproduksikan kalau barang tsb. tidak berguna bagi konsumen, tetapi perhatian
mereka dipusatkan pada segi biaya produksi.
Biaya produksi sebagai dasar harga
dan nilai: Teori nilai obyektif
ADAM
SMITH (1723-1790) menegaskan
bahwa nilai (= nilai tukar atau harga) suatu barang diteniukan oleh biaya
produksinya. Dalam masyarakat yang masih sangat sederhana, nilai tukar atau
harga suatu harang terutama ditentukan oleh banyak-sedikitnya kerja manusia
yang telah dicurahkan untuk menghasilkan barang tsb. Tetapi dalam masyarakat
yang sudah lebih maju, biaya-biayaproduksi lain harus ikut diperhitungkan pula,
yaitu upah tenaga kerja, biaya bahan-hahan. sewa tanah. bunga modal dan laba
pengusaha.
DAVID
RICARDO (1772-1823) membatasi
biaya produksi hanya pada tenaga kerja nianusia saja. Jadi harga suatu harang
tergantung dan banyak-sedikitnyakerja manusia yang telah dicurahkan dalarn
produksi barang tsb. Ia membedakan antara barang seni dan barang biasa. Nilai
harang seni memang ditentukan oleh banyaknya pengaguran barang seni tsb.: makin
banyak penggernarnya, makin tinggi nilai dan harganya, karena harang seni tidak
dapat diperbanyak. Lain halnya dengan barang biasa yang dapat diproduksi
dalarnjumlah yang banyak. Teorinya dikenal dengan nama teori nilai kerja.
Contoh:
Andaikan
kita dapat mengukur berapa jumlah jam kerja yang diperlukan untuk produksi
agung, beras dan pakaian (kain ). Angka—angka di hawah mi hanya sebagai misal
saja:
Produk
Jumlah jam kerja yg diperlukan
Jagung
(kg) 20
Beras
(kg) 10
Kain
(meter) 80
Menurut
teori ini, jagung dan beras akan dipertukarkan dengan perbandingan 2 kg jagung
untuk 1 kg beras. Satu meter kain dapat dijual dengan “harga” 4kg jagung atau
2kg beras. Satu kg beras cukup untuk membayar ½ meter kain. Satu kg jagung
dapat ditukar dengan ½ kg beras atau 74 meter kain.
Cara
berpikir seperti ini memang masuk di akal pada jaman itu. Karena pada waktu itu
tenaga kerja adalah faktor produksi yang utama, peralatan produksi masih serba
primitif. dan kehutuhan masyarakat rnasih terbatas pada kebutuhan dasar
sandang, pangan dan papan. Lagi pula penggunaan baang masih sangat terhatas.
Dalam keadaan seperti itu barang-barang dipertukarkan dengan harga sesuai
dengan biaya produksinya.
KARL
MARX (1818-1883) mengambil alih teori Ricardo tsh.,
tetapi lebih diperseinpitlagi. Menurut Marx
tenaga kerja merupakan satu-satunya sumher nilai. Nilai dan harga setiap barang
ditentukan oleh jumlah kerja (rata-rata) yang telah dicurahkan dalam proses
produksinya. Dan itu Marx menarik kesimpulan, hahwa laba (selisih antara harga
jual suatu barang dan biaya produksinya, atau yang disebutnya “nilai lebih”)
HENRY
CAREY (1793-1879) memperbaiki teori
nilai biaya produksi dengan mtnunjukkan hahwa yang penting sebenarnya bukan
biaya-biaya yang telah dikeluarkati (= harga histonis). melainkan biaya-biaya
yang penlu untuk rnenghasilkan kembali harang yang sama (= biaya reproduksi).
Teori-teori di atas dikenal dengan nama teori nilai obyektif.
Kelemahan
teori tsb adalah bahwa hendak menjelaskan terjadinya nilai dan dari satu segi
saja, yaitu dan segi biaya produksi atau dan segi produsen saja.
Memang,
biaya produksi itu penting dalam penentuan harga jual oleh produsen. tetapi
nilai dan harga tidak hanya tergantung dan produsen saja! Sebenarnya mereka pun
tahu bahwa kehutuhan dan selera konsumen pentingjuga. Kalau begitu. mengapa
mereka membatasi hanya pada segi hiaya saja. Sementara itu segi kegunaan barang
sama sekali diabaikan.
Jumat, 16 November 2012
|
0
komentar
|
0 komentar:
Posting Komentar